TOGETHER UNTIL JANNAH

Please Share

tropical sea and rocks
al isra 32


“Dan  janganlah  kamu  mendekati  zina;  (zina)  itu  sungguh  suatu  perbuatan  keji,  dan  suatu  jalan  yang  buruk”

Dear  Sholihah…

Cukuplah  surat  Al-Isra  ayat  32  menjadi  ketegasan  dalam  pengharaman  pacaran.

Cukuplah  kisah  Ali  bin  Ali  Thalib  dan  Fatimah  Az-Zahra  sebagai  contoh  bagaimana  seorang  muslim  dan  muslimah  menjaga  hati  dan  mengelola  hawa  nafsunya.

***

Video  itulah  yang  selalu  terngiang-ngiang  ditelinga  Aqira.  Usianya  kini  sudah  menginjak  26  tahun.  Beberapa bulan yang lalu,  Aqira  sudah  berhasil  menyelesaikan  pendidikannya  sebagai  seorang  mahasiswi  kedokteran.  Saat  ini  dia  sudah  mulai  bekerja  di  suatu  Instansi  Rumah  Sakit  dan  mulai  membuka  praktek  di  rumahnya.

Namun, saat ini Aqira sudah merasa khawatir. Diusianya yang sudah cukup ini, Aqira belum bisa mewujudkan satu harapan Ayah dan Ibunya. Yaitu memulai hidup baru dengan seseorang yang bisa bersama-sama untuk meraih ridho dan cinta Allah Subhanahu wata’ala.

“Nak, jika suatu hari ada seseorang yang sudah bersedia untuk menikahimu apakah kamu mau menerimanya?” (tanya Ibu pada Aqira). “In syaa Allah Bu, jika dia adalah seseorang yang mau menerima segala kekuranganku dan bersedia untuk membimbingku maka aku akan sangat menerimanya Bu” (sahut Aqira dengan lemah lembut sambil memegang tangan Ibunya). “Doa Ibu dan Ayah selalu menyertaimu Nak” (balas Ibu sambil mengusap kepala Aqira).

Sontak, air mata Aqira tak bisa dibendung olehnya. Aqira selalu berpikir apakah dia akan bertemu lebih dulu dengan pasangan hidupnya atau dengan kematian.

Selama ini, Aqira selalu berusaha untuk terus membenahi dirinya. Dia berharap Allah Subhanahu wata’ala mempertemukannya dengan seseorang yang mencintainya karena cinta kepada Allah Subhanahu wata’ala.  Baginya itulah makna cinta yang sesungguhnya.

***

Ditempat kerjanya, Aqira memiliki seorang teman dekat bernama Zihan. Suatu hari, ketika Aqira sedang istirahat di kantin belakang Rumah Sakit, Zihan menghampirinya dan berkata “Assalamu’alaikum Aqira…” (ucap salam Zihan). “Wa’alaikumussalam warrohmatullohi wabarokatuh Zihan, mari duduk” (jawab dan ajak Aqira). “Iya makasih banyak Aqira (sahut Zihan sambil duduk dan tersenyum manis). “Oh ya Aqira, sebetulnya ada satu hal yang ingin aku sampaikan” (sambung Zihan). “Oh iya silahkan Zi, apa itu?”(tanya Aqira). “Beberapa hari yang lalu setelah kamu pulang dari Rumah Sakit, ada seseorang yang menanyakanmu” (jelas Zihan). “Siapa Zi? Apakah dia pasienku atau keluarga nya? (tanya Aqira penasaran). “Bukan-bukan Aqira, tenang dulu ya aku jelasin dulu” (jawab Zihan sambil memegang lengan Aqira dan tersenyum). “Jadi gini, Aqira yang cantik kemarin itu ada seorang laki-laki yang nanyain alamat rumah kamu” (jelas Zihan). “Siapa emangnya Zi?” (tanya Aqira). “Haduhhh, maaf banget Aqira aku lupa nanyain namanya” (keluh Zihan). “Astagfirulloh…iya gapapa Zi tapi kamu udah kasih alamat aku?” (tanya Aqira). “Iya udah Aqira” (jawab Zihan). “Oh iya deh makasih banyak ya Zihan yang cantik hehe, mungkin itu pasien yang mau konsultasi langsung di rumah” (ucap Aqira). “Iya sama-sama Aqira” (sahut Zihan). “Tapi kayaknya bukan deh hehe” (lirih Zihan). “Gimana Zi?” (tanya Aqira). “Hehe ngga..”(jawab Zihan sambil ketawa geli).

***

“Assalamu’alaikum…” (terdengar ucapan salam dari luar rumah Aqira). “Wa’alaikumussalam warrohmatullohi wabarokatuh…” (jawab Ayah dari dalam rumah sambil membuka pintu). “Mohon maaf Pak, apakah benar ini dengan rumah dr. Aqira Humaira?” (tanya seseorang itu). “Benar Nak, barangkali ada yang bisa Bapak bantu?” (tanya Ayah). “Oh iya Pak, dr. Aqira nya ada?” (tanya nya). “Oh ada Nak, sebentar ya Bapak panggilkan dulu” (jawab Ayah, kemudian beranjak memanggil Aqira). “Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?” (tanya Aqira pada seseorang itu). Ketika Aqira bertanya, seseorang itu sedang membelakanginya sehingga Aqira belum mengenalinya. Namun, ketika seseorang itu menoleh…”Astagfirulloh, mohon maaf Kak Azzam Aqira kira siapa” (ucap Aqira). “Iya tidak apa-apa Aqira” (jelas Kak Azzam). “Oh iya, barangkali ada yang bisa saya bantu Kak?” (tanya Aqira). “Sebelumnya mohon maaf Pak, Bu saya adalah kakak tingkat Aqira waktu kuliah kemarin. Dan kedatangan saya kemari….Dengan nama Allah dan dengan izinNya saya berniat untuk melamar Aqira. Apakah Bapak, Ibu, dan Aqira bersedia untuk menerima lamaran saya?” (jelas dan tanya Kak Azzam).

Mendengar hal tersebut Aqira sangat tertegun, karena sebenarnya laki-laki yang melamarnya adalah sosok yang dia kagumi sejak kuliah dulu. Namun, disamping itu Aqira sama sekali tidak pernah menaruh harapan kepada laki-laki itu. Dia selalu tetap konsisten pada prinsipnya.

“Sebelumnya, Bapak mau bertanya dulu padamu Nak. Apa yang menjadi alasan kamu bersedia untuk melamar anak Bapak?” (tanya Ayah). “Sebetulnya, Aqira adalah sosok wanita yang saya cari sejak dulu Pak. Dari sekian banyak perempuan yang Allah ciptakan dan pernah saya temui, hanya Aqira lah yang menurut saya berbeda dari yang lain. Dia mempunyai akhlak yang sangat mencerminkan sebagai seorang muslimah” (jawab Kak Azzam meyakinkan Ayah). “Lalu, apakah kamu bersedia untuk menerima segala kekurangan Aqira dan selalu siap membimbingnya? (tanya Ayah kembali). “In syaa Allah saya sangat siap dan bersedia Pak” (jawab Kak Azzam). “Baiklah Nak, kalau begitu Bapak serahkan saja keputusan akhirnya kepada Aqira” (jelas Ayah) “Aqira anakku, apakah kamu benar-benar bersedia menerima lamaran dari Nak Azzam?” (sambung Ayah pada Aqira).

Aqira hanya menunduk dan tersenyum manis. Dia masih belum percaya semuanya benar-benar terjadi. Namun, tak lama kemudian keluarlah ucapan manis dari bibir Aqira “Iya Ayah, Aqira bersedia” (jawab Aqira dengan jelas). “ Alhamdulillahirobbil’alamiin…” (ucap syukur Kak Azzam, Ibu, dan Ayah). “Terimakasih banyak Pak, Bu, Aqira karena telah menerima lamaran saya. In syaa Allah jika Bapak, Ibu, dan Aqira siap, satu minggu yang akan datang saya akan meminang Aqira” (ucap Kak Azzam). “Ya, silahkan Nak in syaa Allah lebih cepat lebih baik” (jawab Ayah). “Iya Pak, in syaa Allah siap. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih banyak” (jelas Kak Azzam dengan rasa bahagia). “Iya sama-sama Nak, semoga hajat kalian dilancarkan oleh Allah Subhanahu wata’ala” (ujar Ayah).

Tanpa disadari di luar rumah ada seseorang yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka.

***

Waktu berlalu terasa begitu cepat oleh Ayah dan Ibu karena keduanya sangat sibuk mempersiapkan segala hal. Namun, lain halnya dengan apa yang dirasakan Aqira. Dia merasa detik demi detik pun berjalan begitu lambat. Karena dia sudah sangat menantikan pernikahannya itu.

Sementara itu, Kak Azzam disibukkan dengan mengkaji kembali misi untuk mencapai visi rumah tangganya bersama istrinya kelak.

***

Akhirnya, kini tiba saatnya hari yang dinanti-nanti. Aqira sendiri sangat merasa bahagia, karena akhirnya harapan Ayah dan Ibu kini akan segera menuju garis finish. Selain itu, dia pun sangat terharu karena ternyata Allah sudah mentakdirkan Aqira lebih dulu dilamar oleh pasangan hidupnya daripada oleh kematian. Namun, tidak cukup sampai disitu karena ijab qobul pernikahan masih belum dilafalkan sehingga Aqira masih memiliki pemikiran apakah dia akan lebih dulu dinikahi oleh kematian atau pasangan hidupnya. Yang jelas, Aqira selalu memiliki hati dan pemikiran yang baik terhadap Allah Subhanahu wata’ala. Apapun yang Allah takdirkan untuknya dia akan selalu siap menerimanya. Karena dia sudah teramat mencintai Allah Subhanahu wata’ala.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, Kak Azzam dan keluarga serta sanak saudaranya telah tiba di tempat pernikahan. Wajahnya sangat terlihat memancarkan aura kebahagiaan. Suasana bahagia sangat mereka rasakan, acara demi acara mereka lakukan. Tak lama setelah itu, acara rafalan pun tiba. Ijab qobul pernikahan diucapkannya dengan jelas dan lancar. Akhirnya, semua merasa lega dan Kak Azzam serta Aqira sekarang sudah sah menjadi pasangan suami istri. Acara pernikahan mereka terasa semakin bahagia karena banyak teman dan sahabat-sahabat mereka yang menghadirinya.

Setelah seharian penuh akhirnya acara pernikahan mereka selesai. Aqira dan Kak Azzam masih merasa saling canggung karena Allah Subhanahu wata’ala langsung mempersatukan mereka dengan ikatan pernikahan yang suci. Masing-masing dari mereka merasa bangga karena walaupun sebelumnya mereka saling mengagumi dalam diam mereka tidak pernah sanggup untuk melanggar aturan Allah Subhanahu wata’ala. Hingga akhirnya, harapan mereka kepada Allah berujung manis dengan dipersatukan dalam bilik rumah tangga yang semoga selalu mendapatkan ridho Allah Subhanahu wata’ala.

“Aqira, sebetulnya ada satu hal penting yang harus kamu ketahui, sebelum aku menikahimu sampai aku mati nanti aku memiliki cinta yang abadi selain untukmu. Dan cinta ini lebih dalam dan lebih besar daripada cintaku pada mu” (ucap Kak Azzam sang suami Aqira). “Ya Albi aku sudah mengetahui itu sejak dulu” (sahut Aqira sambil tersenyum manis dan sedikit memberikan gombalan kepada suaminya). Aqira memanggil suaminya Albi yang berarti jantung, maksudnya jantung hatinya. “Apakah kamu benar-benar mengetahuinya  Ya ‘Asalii?” (tanya Kak Azzam sambil tersenyum memegang tangan Aqira). Lagi-lagi sekarang Kak Azzam yang memberikan gombalan kepada Aqira, dia memanggilnya ‘Asalii yang berarti madu atau manis. “Tentu aku mengetahuinya, karena cintaku pun demikian suamiku” (ujar Aqira). “Ya..ya..ya.. Baiklah istriku yang cantik untuk memastikan apakah cinta terbesar kita itu sama atau tidak, kita ucapkan secara bersama-sama” (jelas Kak Azzam). “Baik, mari…Satu..Dua..Tiga…”(sahut Aqira). “ALLAH….”(jelas mereka bersama-sama). “Ternyata memang benar cinta terbesar kita sama, aku menikahimu karena ingin menyempurnakan keimananku kepada Allah Subhanahu wata’ala, aku tidak memandang rupamu walaupun kamu memanglah cantik. Aku tidak memandang hartamu, aku pun tidak memandang bagaimana kekuranganmu karena itu sekarang sudah menjadi tanggung jawabku untuk membimbingmu. Tapi aku memandang akhlakmu Aqira Humaira” (jelas Kak Azzam sambil mengusap kepala Aqira sang istri). “Alhamdulillah wahai suamiku akupun demikian, sehingga sanggup untuk menerima pinanganmu. Aku berharap kita tetap sabar dalam merajut rumah tangga sehingga sakinah mawadah warohmah bisa kita raih bersama” (ucap dan harap Aqira). “Aamiin ya robbal’alamiin… Semoga Allah Subhanahu wata’ala tidak hanya mempersatukan kita di dunia ini saja tapi juga di akhirat nanti di JannahNya….”(harap Kak Azzam). “Iya, Aamiin ya robbal’alamiin…” (ucap Aqira dengan penuh harap dan cinta).

***

Beberapa hari kemudian,  Aqira dan Azzam memutuskan untuk pergi ke luar kota menikmati masa-masa awal pernikahannya.  “Ayah,  Ibu..  Kami pamit dulu ya untuk beberapa hari ini in syaa Allah kami akan selalu memberi kabar kepada Ayah dan Ibu” (ucap suami Aqira meminta izin). “Aduh lihat nih Bu, pengantin baru ini lagi banyak maunya sampai-sampai mau ninggalin kita” (ujar Ayah berpura-pura kesal). “Aduh Ayah, kaya belum pernah ngerasain aja” (jawab Ibu). “Lagian biarin aja mereka pergi ke luar kota Yah, biar kita bisa berduaan kaya mereka” (sambung Ibu sambil tertawa merayu Ayah).  “Oh iya ya Bu,  memang Ibu istri paling top lah” (jawab Ayah melayani candaan Ibu). Aqira dan suaminya ikut tertawa melihat Ayah dan Ibunya.

***

Hari demi hari telah berlalu, tibalah waktunya Aqira dan Azzam untuk pulang ke rumah. Namun, ketika hendak menaiki mobil, Aqira melihat seorang anak yang hendak menyeberang jalan dan dari arah yang berlawanan tampak pengendara sepeda motor yang berboncengan dan membawa sebuah kaca yang besar.

Sontak, Aqira sangat terkejut dan langsung berlari untuk mencegah anak itu sambil berteriak memberitahunya. Namun, dia tidak mendengarnya. Pengendara sepeda motor tidak tahu bahwa akan ada anak yg menyeberangi jalan karena posisi jalannya berbelok. Dan Azzam juga terkejut melihat Aqira yang tiba-tiba berlari sambil berteriak. Akan tetapi, akhirnya Aqira berhasil menyelamatkan anak itu dengan menariknya ke tepi jalan sedangkan dia tidak sadar bagaimana kondisi pengendara sepeda motor itu. Dan ketika melihat ke arah suaminya. Dia sudah tergeletak tak sadarkan diri di pinggir jalan dan terlihat pecahan-pecahan kaca yang dibawa pengendara sepeda motor tadi, melukai bagian wajah suaminya karena ternyata pengendara motor itu oleng dan tidak sengaja menabrak Azzam. Aqira dengan segera membawa suaminya dan anak itu ke Rumah Sakit terdekat, dia khawatir dengan kondisi suaminya. Dan setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Azzam mengalami luka yang sangat parah di bagian kornea matanya. Sehingga kabar buruk pun menimpa mereka, kemungkinan besar Azzam tidak bisa melihat lagi.

Mendengar hal itu, Aqira sangat terpukul dan perasaannya berantakan tak karuan. Dia merasa sangat bersalah atas semua yang terjadi. Bulir bening dikedua bola matanya terus memaksa untuk keluar. Tidak lama kemudian, Ayah dan Ibu pun datang. Mereka terus berusaha untuk menenangkan Aqira. Tetapi, usaha mereka gagal. Karena Aqira, terus saja menangis dan menyalahkan dirinya.

Namun, anak yang dibantunya tadi menghampiri Aqira. “Bu, aku minta maaf, ini semua terjadi bukan karena Ibu tapi karena aku Bu. Dan aku mohon, jika Ibu memaafkan aku, Ibu jangan menangis dan menyalahkan diri Ibu sendiri lagi karena aku akan semakin merasa bersalah Bu” (ucap anak itu sambil menghapus kedua air mata Aqira). “Tidak Nak, ini memang salah Ibu, Ibu tidak memperhatikan suami Ibu sendiri, dan Ibu juga mohon yah kamu jangan merasa bersalah karena Ibu yakin semua ini terjadi atas kehendak Allah dan Ibu harus mampu mengambil pelajaran dari semua ini” (jawab Aqira dengan nada lembut kepada anak itu menutupi kesedihannya). “Terimakasih banyak Bu, semoga Ibu selalu diberikan kekuatan” (ucap anak itu). “Sama-sama anak pintar, aamiin ya robbal’aalamiin” (sahut Aqira). “Oh iya Nak, Ibu sampai lupa nama kamu siapa dan sebetulnya dimana orang tuamu?” (sambung dan tanya Aqira). “Nama aku Amira Bu, Ibuku sudah meninggal dunia ketika melahirkan aku ke dunia ini, sehingga sudah 7 tahun aku hanya tinggal dengan Ayah saja Bu” (jawab Amira). “Innalilahi wainna ilaihi rojiun, lalu dimana Ayahmu Nak?” (tanya Aqira). “Beberapa hari yang lalu Ayah jatuh sakit Bu, dan tadinya aku pergi keluar untuk meminta bantuan agar seseorang bisa mengantarku ke Rumah Sakit ini tempat Ayahku di rawat” (sahut Amira). “Baiklah, kalau begitu Ibu akan mengantarmu untuk menemui Ayahmu Nak” (ujar Aqira). “Terimakasih banyak Bu” (ucap Amira). “Sama-sama Nak” (jawab Aqira sambil tersenyum padahal hatinya masih kalut).

***

Ketika Amira bertemu dengan Ayahnya dia sangat merasa senang begitupun Ayahnya. Namun, ketika Ayah Amira melihat Aqira dia langsung terkejut melihatnya begitupun Aqira. Ternyata Ayah Amira adalah sahabat Aqira ketika kecil dulu yaitu Kak Reza dia sudah dianggap sebagai kakak sendiri olehnya dan usia mereka hanya berbeda 4 tahun. Namun, persahabatan mereka dipisahkan oleh jarak karena dulu Kak Reza pergi meninggalkan Aqira untuk ikut Pamannya ke luar negri.

“Aqira?” (tanya Kak Reza). “Kak Reza.. ” (sapa Aqira). “Kenapa kamu bisa ada disini dan bersama dengan putriku?” (tanya Kak Reza kembali). “Ayah…” (ucap Amira sambil menceritakan semua kejadian yang sudah terjadi). “Innalilahi.. aku turut berduka Aqira kamu yang sabar ya” (ucap Kak Reza sambil berusaha untuk memberikan semangat kepada Aqira). “Aku ucapkan terimakasih banyak ya karena kamu sudah menyelamatkan putriku, tetapi mohon maaf sekali karena semuanya jadi seperti ini” (ucap dan mohon Kak Reza). “Iya Kak sama-sama, tidak apa-apa” (jawab Aqira).

Kemudian, Aqira pun kembali ke tempat suaminya dirawat. Dia duduk di samping suaminya yang masih berbaring terkujur lemah dan bagian matanya berbalut perban. Tak bisa dibendung air matanya terus saja keluar melihat kondisi suaminya saat ini. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika suaminya sudah sadar nanti. Dia terus berdoa dan memohon diberikan kekuatan kepada cinta sejatinya yaitu Allah Subhanahu wata’ala.

***

Keesokan harinya, ketika Aqira masih tertidur di samping suaminya. Terlihat dibalik pintu ada seseorang yang melihat dan mengamati mereka.

Dan pada saat itu, dengan kuasa-Nya Azzam mulai kembali sadarkan diri sehingga Aqira pun terbangun dan begitu bahagia melihat suaminya. Azzam berusaha membuka perban yang membalut kedua matanya, namun Aqira berusaha menenangkan dan kemudian memberitahunya. Tak disangka, sikap Azzam begitu luar biasa. Walaupun dia tahu dia tidak bisa melihat lagi, dia tetap sabar dan berserah diri kepada Allah dan dia meminta maaf kepada Aqira bahwa kini suaminya memiliki kekurangan fisik. Akan tetapi, Aqira menjawabnya dengan baik dan terus memotivasi suaminya bahwa in syaa Allah selama mereka tetap menjaga rasa cinta kepada Allah maka semuanya akan baik-baik saja sekalipun penderitaan dunia menerpa mereka.

***

Ketika Aqira pergi keluar ruangan tempat suaminya dirawat, dia melihat Amira sedang menangis di dekat kamar Ayahnya. Lalu Aqira menghampirinya, “Nak, kamu kenapa menangis?” (tanya Aqira). “Bu..Ayah Bu..” (ucap nya sambil menangis). “Iya Nak, Ayah kamu kenapa?” (tanya Aqira khawatir). “Ayah sudah pergi seperti Ibu dulu Bu..” (jawab Amira sambil terus menangis tak henti-henti). “Innalilahi wainna ilaihi rojiun.. Kak Reza” (Aqira pun ikut menangis mengetahui hal tersebut). “Lalu dimana sekarang Ayahmu Nak?” (tanya Aqira kembali). Amira hanya menunjuk ke dalam kamar Ayahnya karena dia masih terus menangis. “Baiklah, tunggu sebentar ya Nak, Ibu akan lihat dulu kondisi Ayahmu yang sebenarnya” (ujar Aqira).

Aqira pun masuk ke dalam ruangan tempat Kak Reza dirawat dan setelah Aqira bertanya kepada dokter yang ada di dalam, Kak Reza memang sudah meninggal dunia. Aqira tak percaya itu terjadi. Dia terus meminta dokter untuk kembali melakukan tindakan medis sebagai upaya menolong Kak Reza. Namun, berbagai usaha sudah dilakukan dan Kak Reza sudah tidak bisa diselamatkan. Aqira terjatuh lemas di sofa dekat tempat tidur pasien. Dan dokter yang merawat Kak Reza memberikan sebuah kertas kepada Aqira bahwa itu merupakan pesan terakhir dari Kak Reza.

***

Aqira kembali ke kamar suaminya untuk menceritakan semuanya dan membacakan kertas tersebut  yang isinya:

Untuk Aqira,

“Aqira, maafkan aku karena dulu aku sudah meninggalkanmu dan membuatmu bersedih. Aku malah memilih pergi ke luar negri dan meninggalkan hubungan persahabatan kita saat itu.

Aqira, 8 tahun yang lalu aku sudah menikah dengan seorang perempuan yang amat sholehah seperti dirimu. Namun, dia pun sudah pergi meninggalkan aku dan putriku untuk selamanya.

Ada hal yang sebetulnya tidak kamu ketahui Aqira, beberapa bulan yang lalu sebelum aku divonis mengidap penyakit aku datang ke tempat kerjamu dan bertemu dengan temanmu untuk menanyakan alamat rumahmu saat ini. Dan tadinya aku berniat untuk melamarmu. Namun, ketika aku sampai di rumahmu dan hendak menemui Ayah dan Ibumu. Tidak sengaja aku mendengar ada yang sudah melamarmu dan lamarannya sudah kamu terima. Sehingga aku pun langsung memahami bahwa kamu bukanlah jodohku, dan aku benar-benar sangat merasa bahagia ketika melihat kamu dan Azzam suamimu bersama-sama untuk meraih ridho-Nya. Jika kamu terus bersamanya dan hidup bahagia, maka aku pun akan ikut bahagia wahai adikku. Tetaplah kalian saling mencintai dan menyempurnakan iman kalian.

Dan jika kalian tidak merasa keberatan, aku titip putriku yang sangat aku cintai ya. Tolong jaga dan rawat dia serta bimbing dia agar menjadi putri yang sholehah. Namun, jika kalian tidak bisa melakukan itu. Tidak apa-apa, setidaknya kalian tetap tahu bagaimana kondisi putriku dan bersama siapa dia hidup. Jangan sampai dia terbawa oleh arus pergaulan dan kehidupan yang tidak disukai Allah.

Dan Aqira, sebagai sahabat sekaligus kakak mu aku akan mendonorkan penglihatanku kepada Azzam yang dimana dia merupakan adikku juga bukan? Aku mohon kalian jangan menolaknya yah. Semoga apa yang bisa aku berikan, bermanfaat untuk dijalan Allah Subhanahu wata’ala.

Aamiin ya robbal’aalamiin

Ttd,

Reza Al-Ghifari

***

Aqira dan Azzam merasa terharu dengan apa yang disampaikan oleh Kak Reza. Azzam memegang tangan Aqira dan memeluknya, Aqira menangis tak bisa lagi mengatakan apa-apa. Dan dia teringat Amira kemudian dia pergi dan memeluk serta menggendong Amira menuju Azzam.

Aqira dan Azzam mencoba untuk menguatkan Amira, mereka sudah setuju dan berjanji akan merawat dan mendidik Amira dengan benar.

***

Operasi Azzam pun akhirnya berjalan dengan lancar. Setelah beberapa waktu, perban yang membalut matanya perlahan dibuka oleh dokter. Kemudian perlahan Azzam membuka matanya dan atas karunia serta kuasa-Nya akhirnya suami Aqira itu bisa melihat kembali dengan jelas.

Dan Azzam akan selalu mengingat pesan Kak Reza, bahwa penglihatan yang dititipkan kepadanya akan dia gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat di jalan Allah.

*** Akhirnya, keluarga mereka pun lengkap yang terdiri dari Ayah yang sekarang menjadi Kakek, Ibu yang sekarang menjadi Nenek, Aqira yang sekarang dipanggil Bunda, Azzam yang sekarang dipanggil Ayah, dan Amira yang disayangi semua anggota keluarga. Mereka hidup bahagia dan selalu mengarungi suka duka kehidupan bersama-sama. Sebesar apapun badai yang menimpa mereka, mereka selalu erat berpegangan pada tujuan hidup mereka yaitu meraih ridho Allah Subhanahu wata’ala.

BIONARASI

Nurul Fauziah
Nurul Fauziah

Nurul Fauziah, lahir di Tasikmalaya,  14 April 2003. Diusianya yang muda ini, dia mulai menapaki dunia menulis dengan motivasi seperti doa Nabi Ibrahim a.s dalam QS. Asy-Syu’araa ayat 83-85.

Penulis berdomisili di Tasikmalaya. Pembaca bisa lebih dekat dengan penulis melalui akun sosial media Instagramnya @nurulzia.fauziah dan Gmail nurulzia.fauziah@gmail.com.

Nurul Fauziah

Nurul Fauziah

Beri Komentar

Baca Cerpen Lainnya