“Nak! Pulanglah terlebih dahulu. Ibu ingin memeluk mu sebentar saja.”
“Tidak Buk! Saya sibuk bekerja, Saya tidak bisa pulang untuk saat ini.” Jawabnya, mematikan telefon di ujung sana.
Kala itu mentari belum bangun dari peraduannya, seorang Ibu tua. Sudah sibuk menyiapkan Makanan-makanan ringan apa saja yang akan Ia Perjual kan nantinya, usianya sudah tidak muda lagi. Tidak seperti dahulu yang bisa mengangkat beban berat sekalipun, sekarang. Ia hanya mampu mengangkat Satu keresek cukup besar di tangan kirinya, Jalan nya mulai membongkok, mata nya sudah sedikit rabun, Rambut-rambut yang indah nan wangi sudah mulai kusut dan memutih. Tapi, semangat untuk terus mengais rezeki tak pernah pudar dalam dirinya, hidup seorang diri tak menjadikan alasannya untuk meminta-minta kepada orang lain apalagi sampai ingin di kasihani. Pagi itu Ia duduk di depan gerbang tinggi sambil sesekali menyodorkan salah satu makanan yang sengaja ia buat dari tangan nya sendiri.
Beberapa menit kemudian, semua jualan nya habis tak tersisa. Ia lekas pulang, Ia hanya ingin beristirahat dan menikmati secangkir teh hangat di tangan nya. Menuju Jalan pulang, tiba-tiba ia teringat kepada Anak nya yang berada di luar desa, sudah lama sekali Ia tidak menemui putri semata wayangnya. Air mata seketika jatuh begitu saja di sela-sela matanya. Rasa rindu yang amat-amat dalam tak bisa ia pendam saat ini, Ia langsung pergi ke rumah Pak RT, hanya beliau saja yang bisa membantu nya saat ini, angka demi angka Ia ketik perlahan di bantu Pak RT, berdering. Artinya Ia sedang memegang handphone kala itu, namun tiba-tiba saja suara lantang nya membuyarkan lamunan Sang Ibu.
“Apa Buk? Ibu butuh Uang? Nanti Saya kirim, Saat ini Jangan Ganggu Saya dulu, Saya sibuk!” Begitu katanya, Padahal tidak ada sedikitpun niat dalam diri untuk meminta Sedikit dari hartanya. Sakit, bukan salam atau sapaan yang ia lontarkan. Melainkan hanya Materi yang di tanyakan.
“Tidak Nak! Ibu tidak Meminta Uang mu, dan ibu pun tidak perlu itu. Ibu hanya Meminta Sedikit Waktu mu, itu Saja. Pulanglah sebentar, ibu amat rindu kepadamu!” Tangisnya Pecah seketika, Ia amat rindu akan pelukan hangat sang Anak semata wayangnya. Tapi, apalah boleh buat jika sudah seperti ini, Sang ibu mengalah. Ia menutup Telfonnya Saat itu Juga, Toh. Dia juga sedang sibuk.
Taun berganti, Sang Ibu masih setia menunggu kepulangan Anaknya. Kali ini Ia menunggu ditemani dengan Tasbih yang menjadi satu-satunya teman saat Ia kesepian. Ia bersujud penuh keikhlasan, Berharap ketika Ajal menjemput Ia masih bisa diberi kesempatan Untuk mencium Tangan mungil sang Anak yang dulu sempat Ia genggam. Membelai rambut hitamnya dengan penuh kasih dan sayang.
“Tuhan, Tolong! Untuk kali ini Saja, Izinkan Kami bertemu. Setelah itu kau bisa mengambil ku Kapan pun Kau mau.”
Kabar tentang kepergian Ibu tua terdengar ke telinga Sang Anak, iya menyangkal akan hal tersebut dan tak berpikir panjang Ia langsung bergegas untuk pulang.
“Hari ini Anak mu pulang Buk. Tunggu!”
Bak nasi sudah menjadi bubur. Semuanya Sudah terlambat, Bendera kuning sudah terpasang di depan gubuk tua di ujung jalan. Ia tersungkur ke tanah, badannya kedinginan kala itu.
“Tidak, tidak. Bukankah ibu menyuruh ku untuk pulang? Lalu, Kali ini siapa yang pulang? Aku atau Ibu?”
Ibu pulang ditemani dengan Tasbih ditangan nya, Ia bersujud dengan Senyuman yang manis sama seperti waktu Bapak mengatakan Cinta dahulu, mungkin. Seharusnya Sang Anak bersyukur waktu itu, ketika Sang Ibu masih bisa menyuruhnya untuk pulang. Seharusnya Sang Anak Memberikan Sedikit waktunya, sebelum takdir yang memintanya Dengan paksa. Pernah mendengar kata ‘Satu ibu bisa mengurus sepuluh Anak, tapi. Satu Anak belum tentu bisa mengurus Satu ibu.’ Maka seperti ini lah Sosok Sang Ibu, bisa memberikan semua waktu, tenaga, hingga berkorban nyawa bila perlu. Karna, kasih dan sayang seorang Ibu yang tak pernah terhingga menjadikannya Sosok Bidadari dunia tak bersayap.
Dalam hamparan sejadah
Bersujud dengan pasrah
Mencurahkan segala resah
Semoga kelak bertemu di Jannah
Aamiin…
Karya: Rosma Khoerunnisa
Tinggalkan Komentar