Info Sekolah
Selasa, 16 Sep 2025
  • SMK Bhakti Kencana Ciawi telah menjadi sekolah literasi nasional.
  • SMK Bhakti Kencana Ciawi telah menjadi sekolah literasi nasional.
12 Mei 2025

14 Hari Bersama Al-Qur’an

Sen, 12 Mei 2025 Dibaca 514x Cerpen

Hujan semakin deras mengguyur kota jakarta, di ujung jalan sana aku tak henti hentinya berlari mencari tempat untuk berlindung. Hari ini aku di pecat dari pekerjaan ku, gaji yang tak seberapa tak sebanding dengan keringat yang selama ini aku keluarkan, lalu apa hasilnya? Sial, aku kerap kali menyalahkan takdir yang kini menimpa ku. Memang, hari apes tak pernah ada di kalender kalau pun ada aku sudah pasti tidak akan keluar rumah agar tak terkena hari sial, namaku Renjani seorang yang asli terlahir di kota jakarta dan— usia ku yang masih terbilang cukup muda yang dimana saja aku bisa mendapatkan pekerjaan dengan begitu mudah tapi sayang itu tidaklah semudah yang dikatakan. Sedikit cerita tadi pagi, mengenai kesialan yang paling tak pernah aku inginkan. Tentang dompet ku yang terkena jambret, seorang laki-laki tua yang menabrakku dengan sepeda onthel butut nya dan seorang anak kecil yang sengaja menumpahkan es krim di pakaian ku dan jangan lupakan bahwa di hari yang sama aku di pecat dan tak mendapatkan pekerjaan apapun lagi, alias hari ini aku resmi menjadi seorang pengangguran.

Aku heran kepada mereka seorang yang alim. Yang begitu dekat dengan Tuhannya padahal hidup nya sangat begitu pas-pasan tapi, seolah-olah mereka seperti orang yang berkecukupan. Entahlah biarkan saja mereka! Aku juga menganut agama Islam tapi— kata-kata seperti Islam KTP seperti nya cocok di kaitkan dengan ku, dan itu tak menjadi persoalan yang penting bagi ku.

“Aggghhhh!” Aku mengerang sambil menepis semua makanan yang berada di hadapan ku. Sontak ibu ku yang tengah membaca Al-Qur’an pun terkaget dan segera menemui ku.

“Ada apa nak? Kenapa?” Tanya ibu ku dengan begitu khawatir.

“IBU TAU KAN? AKU INI CAPE, AKU CAPE BUK. DAN APA INI? TIDAK ADA MAKANAN APAPUN DI MEJA CUMAN ADA NASI DAN KECAP, LALU APA YANG HARUS AKU MAKAN?”

“Sabar nak! Ibu memang tidak masak hari ini, biar ibu buatkan nasi goreng untuk kamu yaa! Mending sekarang kamu shalat terlebih dahulu!”

“Halahhh! Shalat, shalat, shalat. Iya buk nanti aku shalat aku lapar capat buat kan aku makanan.”

Tidak, aku tidaklah mengerjakan shalat seperti yang ibuku perintahkan, aku merebahkan tubuh yang terasa begitu lelah sembari memainkan handphone di genggaman ku. Mencari-cari siapa tau ada pekerjaan yang cocok denganku. Rasanya aku sangat putus asa dan keinginan untuk menyerah semakin besar dalam diri.

Di hari esoknya aku berjalan tanpa tujuan, entah kemana tempat yang kini akan aku tuju rasanya sangat enak ketika tidak mempunyai pekerjaan, tak harus capek-capek berangkat pagi dan tentunya kita tidak lagi dihadapkan dengan bos yang penuh dengan amarah, tapi tetap saja bagaimana dengan semua kebutuhan ku? Ibu sendiri, mana bisa mencukupi itu semua di usia nya yang kian senja.

“Lagi butuh duit ya!?” Tanya seorang wanita dan pria yang kini berada tepat dihadapan ku, siapa mereka? Penampilannya sangat begitu mencolok, si wanita yang berpakaian namun seperti telanjang, mulai dari paha nya yang terlihat dan— sudahlah! Rasanya sangat tidak enak untuk dilihat. Aku memutuskan untuk kembali berjalan, padahal pertanyaan nya memang benar aku tengah membutuhkan uang. Dan siapa di dunia ini yang tidak membutuhkannya?

“Kalo kamu mau, kamu bisa bekerja dengan kami. Dengan pekerjaan yang seru, tidak cape dan tentunya gajinya yang sangat tinggi. Bagaimana?” Tawar nya kembali.

Disisi lain, aku melihat seorang laki-laki tua yang melihat kearah ku. Netra ku membulat melihat sempurna, tengah apa laki-laki tua itu berada di sana. Seperti tengah melihat gerak-gerik ku.

“pe- pekerjaan apa yang kamu maksud?” Tanyaku dengan begitu gugup.

“Bekerjalah di Bar!” Sontak akupun terkaget, aku tidak pernah mempunyai pemikiran aku akan bekerja di tempat seperti itu. Aku melihat laki-laki yang sedari tadi melihat kearah ku, namun— ternyata ia sudah pergi. Entah kemana ia pergi, mungkinkah yang tadi itu hanya kebetulan?

“Bagaimana? Bekerja di bar!? Kau bersedia? Kau cuman melayani kami para pria sudah itu saja.” Ucap sang laki-laki yang sedari tadi hanya diam.

“Pikir baik-baik, keberuntungan tidak datang dua kali.” Kini ia beralih menyodorkan kartu nama nya kepada ku.

Aku pulang dengan kondisi yang campur aduk, bagaimana ini? Jika aku menolaknya apakah aku akan tetap menjadi seorang yang miskin? Tidak ada pilihan lain.

Sesampainya aku dirumah, entah bagaimana caranya ibuku dapat menemukan kartu nama itu.

“Nak, apa ini? Kamu tidak akan bekerja di tempat ini kan sayang!?”

“Bukan urusan ibu.” Jawab ku sembari pergi begitu saja.

Satu hari, satu Minggu dan akhirnya satu bulan sudah aku tidak bekerja apapun hanya mengandalkan ibu yang penghasilannya tak seberapa. Aku pun memutuskan untuk menelepon wanita yang sempat menemui ku kala itu.

Hari berlanjut aku di suruh untuk segera ke tempat pekerjaan ku yang baru. Masih dengan hijab biru yang masih menutupi sebagian rambut dan dada ku. Namun, tiba-tiba saja kejadian yang tak terduga ter ulang kembali.

“Awww!” aku merintih kesakitan kedapatan aku di tabrak oleh seorang laki-laki tua yang masih setia menggunakan sepeda onthel butut nya. Sial, kenapa dia lagi? Kalo memang tidak ahli dalam bersepeda kenapa harus menaiki nya?

“Maaf wahai anak muda, aku sungguh tak melihat mu.” Ucap sang laki-laki tua tersebut. Aku jelas tak menghiraukan semua perkataan nya, saat hendak ingin membersihkan kaki ku yang sedikit kotor aku segera menepis nya dengan kasar.

“Tidak usah!” laki-laki tua itu tersenyum melihat kearah ku. Sebenarnya siapa dia?

“Ingatlah wahai anak muda, syarat mati tidak lah harus tua. Dan syarat mati tidak juga harus sakit.” Ia kemudian melanjutkan perjalanan nya.

Apa yang di maksud laki-laki tua itu? Manusia aneh!

Tiga bulan sudah aku bekerja di bar jakarta, dalam waktu yang begitu singkat banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri termasuk pakaian dan perilaku yang kian tak terkendali, aku bagai seorang yang tak mempunyai agama dan iman, padahal kematian semakin mengintai! Ibu ku tidak tau jika anaknya kini sudah sangat jauh dari Tuhan. Tempat kerja ku kali ini sangat mewah dan elegan, bar dengan rooftop pemandangan kota yang isinya orang-orang jauh dari agama, pakaian yang tak menutup aurat, pergaulan bebas antar laki-laki dan perempuan, musik-musik nasrani yang kian menggema di seluruh sudut pojok ruangan, minuman yang setiap harinya mereka minum. Semua itu adalah sebuah kesalahan, namun. Aku masih tetap melakukan seolah-olah Tuhan tak melihat setiap semua perbuatan.

“Ketika seorang hamba meminta sesuatu ia begitu sangat yakin jika Tuhan nya maha mendengar apa yang ia katakan. Namun, ketika seorang hamba melakukan dosa seolah-olah ia menganggap bahwa Tuhan nya tidak pernah mendengar bahkan melihat setiap gerak-gerik nya.”

“Bagaimana, apakah menyenangkan. Bisa bekerja sampai larut malam?” Dan—yapp! Untuk kesekian kalinya aku bertemu dengan seorang laki-laki tua dengan sepeda onthel butut nya lagi, di malam itu aku baru pulang bekerja sekitar jam 00.58 tiba-tiba saja perasaan ku mulai berubah menjadi penyesalan, menyesal karna selama ini aku berbohong kepada orang tuaku, membentak nya, dan tidak selalu berusaha untuk menjadi hamba-NYA yang taat.

“Andai saja jika hidayah itu bisa saya beli, mungkin sudah puluhan keranjang saya beli dan bagikan kepada orang-orang yang saya sayangi. Namun sayang, hidayah hanya milik Allah tak ada yang lain.”

“Pulanglah! Wahai anak muda, sepertinya engkau telah begitu jauh dari tuhanmu, minta lah ampunan dari-NYA. Sesungguhnya Ampunan-NYA begitu luas. Melebihi dunia dan seisinya.”

Ia kembali meninggalkan ku dengan kata-kata nya yang tak pernah bisa aku pahami.

“Siapa kamu sebenarnya?” Aku pun mulai tersulut emosi.

“Aku hanyalah seorang hamba Allah yang penuh dosa.” Ia terus mengayuh sepedanya dengan perlahan namun sangat pasti. Sedangkan aku? Aku semakin bingung, dengan perasaan yang kini tak dapat aku artikan, aku berlari ketengah jalan tanpa mengkhawatirkan apapun, seperti orang gila yang tak terkendali, aku menjerit kesakitan, rasanya dada ku tertusuk linggis yang begitu menyayat, tak lagi menghiraukan orang disekeliling yang melihat ku penuh tanda tanya. Dan tanpa diduga mobil besar dari arah belakang menabrak tubuh ku dengan cukup keras, aku terbanting sangat jauh. Aku masih dapat mendengar suara orang-orang menjerit meminta bantuan sebelum akhirnya aku benar-benar tak sadarkan diri dan di larikan ke rumah sakit.

Kata ibu ku, aku mengalami koma selama 14 hari. Aku hanya terbaring lemah tak sadarkan diri. Namun, berbeda dengan perasaan ku ketika selama 14 hari aku tak sadarkan diri. Aku seolah menjadi diriku yang lain, seorang Renjani yang selalu senantiasa berusaha menjadi seorang hamba-NYA yang taat. Entah sedang dimana dan dengan siapa aku kala itu, namun yang pasti aku begitu jauh berbeda. Disana aku selalu diberi nasihat oleh seorang perempuan bermata hazel, jelas aku tak mengenal nya. Wajahnya yang begitu cantik namun tak dapat aku lihat karna kain kecil menutupi nya, yang dapat dapat ku lihat hanya matanya yang sangat indah. Ia selalu menyuruhku untuk mengerjakan shalat, membaca Al-Qur’an dan terus menerus mengatakan bahwa aku harus senantiasa mengingatkan Allah dan rasul-nya, yang memang sudah menjadi kewajiban utama, aku menutup aurat ku dengan sempurna selayaknya seorang wanita muslimah yang baik, dan selalu berusaha agar tetap kuat terus berada dijalan nya.

“Renjani, Jika kamu melihat Al-Qur’an menggunakan kedua mata maka yang akan terlihat oleh mu adalah susunan lafadz. Jika kamu melihat Al-Qur’an menggunakan otak, maka yg akan terlihat adalah ilmu. Namun, jika engkau melihat Al-Qur’an menggunakan Hati, maka yg akan terlihat adalah cinta. Sudah dulu yaa baca Al-Qur’an nya nanti kita lanjutkan lagi. Sudah kurang dari 14 hari kamu disini sekarang kembali lah Renjani! Dengan versi lebih baik. Ibu mu menunggu kepulangan mu.” Disela-sela sendu yang kian menggebu, aku melihat ke arah yang sama nampak seorang laki-laki tua itu lagi, tengah berdiri seraya melambaikan tangannya,

‘Aku akan berterimakasih kepada nya sebelum aku kembali.’ pikir ku sebelum ia benar-benar pergi entah kemana.

Akhirnya semuanya telah usai, aku meninggalkan pekerjaan ku dan kembali ke jalan yang benar, Al-Qur’an kini sudah menjadi sepenuhnya cintaku termasuk ibu, shalat yang kini tak pernah lagi aku nanti-nantikan, pakaian yang kian memanjang menutup sempurna aurat, pergaulan antar lawan jenis yang memang sudah mulai aku batasi. Ternyata benar kata laki-laki tua itu. Hidayah itu hanya milik Allah, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan berdo’a, setelah semuanya mulai membaik aku tak pernah melihat laki-laki tua itu dengan sepeda onthel butut nya lagi. Semoga dimanapun ia berada selalu dipertemukan dengan orang-orang baik dan Allah selalu menjaganya dimanapun ia berada. Aamiin.

Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan satu dosa, maka satu titik hitam akan ditetapkan di hatinya. Jika ia bertaubat dan berhenti, hatinya akan kembali bersih.” (HR. Tirmidzi)

TAMAT

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Moto Kami

SMK Bisa

Kunjungi Kami

Info Sekolah

SMK Bhakti Kencana Ciawi

NPSN 20262719
Jalan Raya Ciawi KM 20, Sukaresmi, Desa Pakemitankidul, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Kode Pos 46156
TELEPON (0265) 455111
EMAIL smk_bkc@yahoo.co.id
WHATSAPP +62 822-1925-2185